
Sejak awal abad 20, kawasan Malioboro memang sudah terkenal sebagai kawasan untuk untuk berburu oleh-oleh khas Yogyakarta, seperti cindera mata, kerajinan, dan kuliner.
Walau sejak tahun 2013, ruas jalan yang membentang di kawasan Malioboro ini telah diubah namanya kembali menjadi Jalan Margo Mulyo, namun penamaan Malioboro sudah terlanjur melekat di benak masyarakat dan wisatawan. Sehingga kawasan Sosromenduran dan Suryatmajan ini tetap identik dengan nama Malioboro.
Sebagai destinasi wisata belanja di Kota Yogyakarta, Malioboro menjadi tujuan utama dan surga belanja. Tak hanya wisatawan saja yang berkunjung ke sini, warga lokal Yogyakarta pun banyak yang menyempatkan diri untuk mengunjungi kawasan wisata ini.
Kawasan Malioboro selalu ramai dikunjungi wisatawan dan warga setempat, hampir selama 24 jam, tanpa henti. Memang, untuk jam kerja para PKL (Pedagang Kaki Lima) dan pedagang Pasar Beringharjo, mereka hanya beroperasi secara resmi dari pukul 09:00 WIB sampai maksimal pukul 21:00 WIB. Namun, selalu saja ada pengunjung, mau jam berapa pun itu. Banyak kendaraan dan manusia pula yang lalu lalang.
Setiap hari Selasa Wage (yang berlangsung setiap 35 hari sekali, atau setiap “selapan dina” dalam istilah Bahasa Jawa), kawasan Malioboro “diistirahatkan”. Dalam artian, para PKL tidak diperkenankan menggelar dagangannya. Kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, juga tidak diperbolehkan melintas. Hanya becak, andong, dokar, sepeda, bus TransJogja, dan kendaraan darurat (ambulance, mobil patroli polisi, pemadam kebakaran, dsb) yang diperbolehkan. Dan peraturan ini berlaku mulai pukul 06:00 WIB hingga pukul 21:00 WIB saja. Selama jam-jam tersebut, akan diadakan beragam pertunjukan seni dan budaya dari para seniman Yogyakarta, untuk menghibur para pengunjung. Menarik sekali bukan?

Tapi itu dulu. Sejak pandemi Covid-19, yakni sekitar bulan Maret 2020 yang lalu, kawasan Malioboro menjadi sepi. Bahkan nyaris tanpa pengunjung. Para PKL juga hanya satu dua orang saja yang menggelar dagangannya. Seperti yang pernah muncul di video viral beberapa waktu lalu yang menunjukkan betapa lengangnya kawasan Malioboro ini. Sedih.
Wajah Baru Malioboro
Namun, mulai 21 Juni 2020, kawasan Malioboro kembali diizinkan untuk beroperasi kembali oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Tentunya diikuti dengan berbagai syarat dan ketentuan yang menerapkan protokol kesehatan, untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19, yang pada akhirnya memberikan wajah baru bagi kawasan Malioboro pada era New Normal saat ini.

Jika sebelumnya Malioboro dibuka aksesnya dari semua titik, baik itu dari arah utara (kawasan Stasiun Yogyakarta), selatan (Titik Nol Kilometer), maupun dari beragam jalan di sekitar sana (Jalan Dagen, Jalan Sosrowijayan, Jalan Pajeksan, Jalan Beskalan, dsb), maka sejak saat ini, untuk akses masuk akan terbatas hanya dari utara saja. Walau tidak menutup kemungkinan, akan ada pengunjung dari titik akses lain, namun untuk akses masuk resmi, hanya dari utara. Tepatnya ada di dekat halaman Hotel Grand Inna Yogyakarta.

Pengunjung akan bertemu dengan petugas jaga yang bersiap siaga untuk mengecek suhu tubuh pengunjung menggunakan alat thermo gun. Petugas juga akan melarang pengunjung yang tidak menggunakan masker untuk masuk ke kawasan Malioboro. Jika mereka mendapati pengunjung yang mempunyai suhu tubuh di atas 37⁰C, mereka akan meminta pengunjung tersebut untuk kembali ke rumah masing-masing untuk beristirahat.
Lantas bagaimana jika ada pengunjung yang akses masuk Malioboro tidak dari pintu utara ini? Semisal bagi mereka yang menggunakan bus TransJogja, atau bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi yang memarkirkan kendaraannya di Kantong Parkir Beskalan misalnya. Tenang, di sepanjang Malioboro, akan ada banyak petugas jaga yang berkeliling, yang sudah membawa thermo gun juga, untuk memeriksa suhu tubuh pengunjung, dan mengingatkan pengunjung untuk selalu menggunakan masker.
Selanjutnya, pengunjung yang mempunyai smartphone android atau iPhone, diminta untuk menscan QR Code yang tersedia di beberapa titik yang tersebar di sepanjang kawasan Malioboro. QR Code ini akan menghubungkan pengunjung dengan akses “buku tamu” pengunjung Malioboro. Yang berupa laman chitchat melalui aplikasi WhatsApp, yang berisi sebuah alamat laman internet yang berupa formulir daring semacam buku tamu.
Di dalam laman tersebut, pengunjung diminta untuk mengisi data pribadi seperti nama, alamat, nomor NIK, dan sebagainya. Kemudian saat pengunjung akan pulang dari Malioboro, pengunjung akan diminta mengisi jam pulang. Dengan demikian nantinya akan tercatat data mengenai siapa saja yang berkunjung ke Malioboro dan berapa lama durasi pengunjung tersebut berada di sana.
Petugas yang berjaga tadi juga berwenang untuk mengingatkan pengunjung agar selalu menjaga jarak dari pengunjung lain. Bahkan sampai semua bangku yang ada di sepanjang kawasan ini diberi penanda, supaya pengunjung yang duduk di sana tidak saling berdekatan dan berkerumun.
Oh ya, di sepanjang kawasan Malioboro juga dapat ditemukan banyak sekali wastafel portable, yang seolah-olah akan mengingatkan pengunjung untuk selalu mencuci tangan dan menjaga kebersihan, untuk mencegah penyebaran Covid-19. Beberapa toko yang ada di Malioboro juga menugaskan karyawannya untuk mengecek suhu tubuh pengunjung yang akan masuk ke dalam tokonya.
Selain wastafel portable, di beberapa titik juga tersedia bilik antiseptik, yang berupa ruangan kecil yang dilengkapi dengan semprotan cairan antiseptik. Seperti misalnya di depan pintu masuk Pasar Beringharjo.
Selain pengunjung, para PKL dan pedagang di Pasar Beringharjo, serta para pengemudi becak dan kusir andong diwajibkan untuk mengunakan masker selama berada di kawasan Malioboro. Mereka juga akan selalu diingatkan melalui petugas jaga dan melalui speaker radio internal Malioboro, untuk selalu menaati protokol kesehatan, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Saya sendiri berkunjung ke kawasan Malioboro beberapa saat lalu, karena memang sedang ada pekerjaan endorse kuliner di sana. Selama berada di kawasan Malioboro, saya selalu berusaha untuk menjalankan protokol kesehatan. Seperti selalu mengunakan masker, membawa masker cadangan, hand sanitizer, tissue basah, dsb. Karena memang tugas saya saat endorse kuliner tersebut saya harus membuat konten tentang menu yang saya makan, dan menguploadnya ke media sosial, tentunya saya memerlukan jaringan internet yang stabil dan kencang namun tetap ramah di kantong donk.
Makanya, saya mempercayakan koneksi internet dengan Smartfren. Apalagi Smartfren mempunyai Paket Internet Unlimited Bulanan yang hanya Rp 80.000 saja dengan batas pemakaian wajar harian 1 Gb. Sangat cukup untuk kebutuhan harian saya.
Namun jika kebutuhan internet saya sudah melebihi 1 GB dalam satu hari itu, maka saya akan menambah dengan Unlimited Booster SmartFren, yang harganya mulai dari Rp 2000 untuk penambahan 500 MB. Sangat terjangkau dan ringan di kantong kan?

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai Booster Unlimited dari Smartfren ini, kamu bisa berkunjung ke https://www.smartfren.com/id/shop/package/prepaid/paket-internet-unlimited
Oh ya, dalam rangka turut serta mencegah penyebaran Covid-19, Smartfren dan Smartfren Community bekerja sama dengan KitaBisa.Com mengadakan penggalangan dana, yang nantinya donasi yang terkumpul akan disalurkan kepada pihak yang membutuhkan yang terkena dampak dari pandemi Covid-19 ini. Maka, saya mengajak kamu untuk mendukung dan berdonasi melalui https://kitabisa.com/smartfrencommunityhadapicorona . Kamu siap kan?

Itulah tadi cerita saya tentang wajah baru Malioboro pada masa era New Normal pasca pandemi Covid-19 ini. Ada banyak hal yang berubah, tapi memang seperti itulah yang harus kita hadapi saat ini. Tetap jaga kesehatan ya, fren.